Pesawat Tempur F-16 A/B TNI AU |
Ditulis oleh admin |
Selasa, 04 Januari 2011 14:56 |
skuadron
udara 3 yang berkedudukan di Iswahyudi, Madiun, diawali dengan
kebutuhan Indonesia akan pesawat tempur yang berdaya gempur tinggi dan
berteknologi tinggi pada saat itu yaitu di era tahun 80-an. Indonesia
butuh pesawat demikian dengan tujuan untuk mensejajarkan diri dengan
negara-negara lain dalam penguasaan dan pemilikan jet tempur
berteknologi tinggi.
Oleh karena itulah, Menhankam/ Pangab M. Yusuf mewakili Presiden
Soeharto ingin menyatakan permintaan langsung kepada Presiden Amerika
Serikat Ronald Reagan untuk diperbolehkan membeli pesawat tempur F-16
Fighting Falcon.
Proyek
pengadaan F-16 yang kemudian di pimpin oleh Marsekal Muda TNI S. Adi
ini di beri nama “Proyek Bimasena” dengan berbagai persiapan di
antaranya pembuatan hanggar, taxi way serta bangunan lain yang dapat
menunjang operasional F-16 di lapangan udara Iswahyudi, Madiun.
Kontrak
pembelian F-16 dari AS ke pemerintah RI ditanda tangani pada tanggal 30
Agustus 1986 dimana pada kontrak tersebut dinyatakan bahwa RI membeli
12 pesawat F-16 Fighting Falcon dengan paket harga pembelian dari AS
sebesar 329 juta dolar. Paket pembelian ini termasuk pembelian pesawat,
pelatihan penerbang dan crew teknisi, ongkos pengiriman pesawat dan juga
spare part pesawat untuk 2 tahun pemakaian mencakup 107.000 item.
F-16
adalah pesawat canggih buatan General Dynamics, AS, yang bisa membawa
4.500 kilogram bahan peledak dan 2 rudal sidewinder. F-16 cenderung
dibuat berdasarkan cetak biru kelas ringan sebagai penanding MiG-17 dan
MiG-21.Pesawat berawak tunggal/ganda dengan bobot 17 ton ini merupakan
jenis pertama yang dilempar ke pasaran internasional setelah General
Dynamics mampu mencetak prototipe yang lebih canggih, yakni F-16A dan
F-16D. Indonesia cuma memiliki F16A jenis pesawat latih dan F-16B untuk
operasional.
Indonesia
tecatat memiliki sepuluh F-16. Namun akibat embargo bantuan militer
yang diberlakukan pemerintah AS sejak 1999, pasca jajak pendapat di
Timor Timur, TNI harus berupaya segala cara sehingga akhirnya enam di
antara burung besi itu masih dapat beroperasi. Untuk menyiasatinya, TNI
AU menerapkan sistem kanibal untuk merawat pesawat-pesawat tempurnya.
Beberapa pesawat tempur sengaja diambil onderdilnya guna menutup
kekurangan pesawat yang lain. Dengan strategi seperti itu diharapkan TNI
AU tetap bisa menyiagakan armada tempurnya.
Dengan
sistem kanibal, saat ini enam pesawat F-16 produksi AS dapat
dikategorikan layak terbang. AS menggunakan sistem super control item
untuk suku cadang pesawat ini. Sistem tersebut memungkinkan AS untuk
memberikan lisensi pada negara produsen suku cadang pesawat tempur.
Pesawat
tempur F-16 yang digunakan dalam darurat militer di Aceh adalah jenis
"Sonic Boom", yakni pada saat pesawat itu mencapai kecepatan suara maka
Sonic Boom tersebut akan melepaskan suara yang keras.
Spesifikasi :
Pabrikan : General Dynamics
Jenis : F-16 Fighting Falcon
Fungsi utama : Jet pemburu multi fungsi
Panjang : 49 ft 3 in (15.03 m)
Tinggi : 16 ft 8 in (4.95 m)
Radar : AN/APG-68 pulse- Doppler
Kru : Satu atau dua tergantung model
Mesin : 1 Pratt &Whitney F100- PW-100 or -220 turbofan or I General Electric F110-GE-100 turbofan
Kecepatan : 1,500 mph
Persenjataan : Udara – Udara dan Udara – Darat
Berat Kosong : 18,238 Ib (8,273 kg) Berat Tempur (2 Sidewinder AAMs) F100-PW-220 : 26,250 Ib(11,907kg)
Berat Tempur (2 Sidewinder AAMs) F100-GE-100 : 28,900 Ib (13,109 kg)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar